Digging Your Past “Archaeologists only look at what lies beneath their feet. The sky and the heavens don't exist for them.” ― Agatha Christie, Murder in Mesopotamia

Kamis, 04 April 2019

Pengalaman KKL Pertama

Photo saat kotak akan diurug :') Kulit kami benar-benar keling (Candi Kedaton, Jambi)

Hai hai hai :)

Wah sudah bulan April ya. 
Beberapa tahun lalu pada bulan ini saya sedang sibuk mempersiapkan diri saya untuk KKL pertama. KKL pertama saya dilaksanakan di Jambi, dan itu saat pertama kalinya saya pergi ke luar pulau Jawa. Sebelum saya menceritakan pengalaman KKL pertama saya, saya akan menjelaskan sedikit tentang KKL

Jadi, apa itu KKL?
KKL adalah singkatan dari Kuliah Kerja Lapangan, atau setara dengan Kuliah Kerja Nyata untuk jurusan atau kampus lain. Jika orang-orang pergi KKN ke desa-desa terpencil, maka biasanya anak Arkeologi akan pergi KKL ke situs-situs yang telah ditentukan sebelumnya. 

Pada jurusan Arkeologi di kampus saya, KKL termasuk ke dalam mata kuliah Praktikum Arkeologi Lapangan atau disingkat sebagai PA LAP. Mata kuliah ini diampu oleh setidaknya tiga dosen yaitu Mbak Inge, Mbak Karin, Mas Cecep, dan Mbak Dai. Mata kuliah ini diperuntukkan bagi mahasiswa tahun kedua yang sudah menyelesaikan matkul Metode Arkeologi I, II, dan III. Beban sksnya sekitar 3 sks.

Pada mata kuliah inilah, KKL dilaksanakan, Biasanya dilaksanakan di bulan Juli atau Agustus, tergantung dengan kebijakan dari kampus. Pada saat saya KKL, kegiatan ini dilaksanakan pada akhir Juli sampai bulan Agustus, kira-kira 11 hari di Percandian Muarojambi, Jambi.

KKL ini pada awalnya disertai dengan kegiatan pra-KKL, atau persiapan sebelum KKL. Biasanya peserta KKL akan mengulang materi-mater Metode Arkeologi yang pernah diajarkan, menggambar kotak gali, menggambar temuan, membuat laporan harian dan kelompok, dan tentu saja latihan penggalian. Walaupun materi yang diajarkan bersifat mengulang, percayalah jarang sekali ada mahasiswa yang benar-benar ingat tentang materi yang telah diajarkan. Biasanya mahasiswa hanya ingat atau hafal ketika materi tersebut akan diujikan. Hehe.

Sip, begitulah kita-kira penjelasan singkat mengenai KKL. Yah, walaupun tidak cukup.

KKL pertama saya dilaksanakan di Jambi, tepatnya di Candi Kedaton yang berada di dalam kawasan percandian Muarojambi. Salah satu kawasan percandian Buddha terbesar di Indonesia. Di dalam kawasan ini banyak sekali situs-situs arkeologi, mulai dari Candi, Menapo, hingga kanal kuno. 


Gapura Candi Kedaton 

Pada hari pertama KKL, kami tidak langsung menyiapkan kotak gali, namun kami diajarkan untuk melakukan survei permukaan di sekitar candi untuk menentukan dimana kami akan meletakkan kotak gali. Saat survei dilakukan, kami mengamati keadaan dan kondisi di sekitar situs seperi apa saja tanaman atau pohon yang ada di sekitar situs, batas-batas situs, kegiatan manusia yang sedang dilakukan pada saat itu, hingga kondisi tanah di sekitar situs.

Setelah selesai melakukan survei permukaan, kami akan mencatat segala hal yang kami temukan di buku kecil yang biasa kami sebut sebagai fieldnotes. Buku ini merupakan buku sakti yang berisi hal-hal yang kami amati, temui, dan lakukan saat berada di situs maupun di luar situs yang berkaitan dengan kegiatan KKL. Jika buku ini sampai hilang, maka tamatlah riwayat hidup anda :)

Setelah kami selesai mencatat segala hal yang diperlukan, maka kami mulai membuat grid di sektor kotak. Pembuatan grid ini sangat berguna saat mengukur, mencatat, menggambar situs, serta menamai kotak-kotak gali yang ada di sekitar sektor. Pembuatan grid ini sangat memakan waktu. Bagi peserta pemula seperti saya dan teman-teman saya, proses ini sangat melelahkan karena memakan waktu lebih dari sehari, sering terjadi kesalahan pengukuran, penembakan sudut, dan lain-lain. Biasanya jika waktu sudah sangat mepet, maka kami akan dibantu oleh Ketua Kelompok dan Staf yang ada di lapangan. Mereka merupakan senior-senior satu atau dua tingkat yang telah melakukan KKL sebelumnya.

Pembuatan patok grid sudah selesai, maka kini saatnya membuat kotak gali. Pada saat survey sebelumnya, kami tidak hanya mengamati situs, tapi juga melakukan survey untuk menentukan dimana akan diletakkannya kotak gali kami. Kegiatan survey ini sangat krusial, jika kami salah membaca tanda, maka pada akhirnya kami hanya akan menemui tanah kosong yang tidak berisi temuan apapun.Yah, walaupun tidak menemukan temuan merupakan sebuah temuan juga.

Selesai dengan penentuan kotak, maka kami segera mempersiapkan alat-alat untuk membuat kotak, dan menggali. Oh iya, hal yang harus diingat bahwa biasanya kami membuat kotak gali dengan ukuran 4x4 meter, hal ini biasanya untuk mempermudah dalam melakukan penggalian (jika tidak salah sih. jika salah silahkan bertanya kembali kepada dosen pengampu mata kuliah PA LAP). pembuatan kotak ini juga memakan banyak waktu karena harus sangat presisi ;'( (Apa sih yang tidak banyak memakan waktu?)

Intinya setelah membuat kotak, maka saatnya untuk menggali :)

Pada awal penggalian biasanya peserta sangat semangat, karena ingin segera menemukan sesuatu. Entah itu batu, bata, kerikil, kerakal, fragmen keramik, koin, bahkan plastik. Hehehe. Kotak saya disebut sebagai kotak temuan, karena banyak sekali fragmen-fragmen keramik, seperti porselain, gerabah, dll yang ditemukan. Sampai rasanya ingin menangis karena saking banyaknya. Apalagi setiap fragmen yang ditemukan harus dicuci basah atau kering, sehingga membuat tangan lelah :(

Begitulah kira-kira. 

Hal yang asik dari menggali adalah kita tidak tahu apa yang akan kita temukan selanjutnya. Kelompok saya pernah menemukan koin Cina, tapi saya lupa itu berasal dari dinasti apa. Kelompok lain mendapatkan struktur bata, dan ada juga yang menemukan banyak temuan seperti kami. Keuntungannya jika kotak temuan, maka saat penggambaran irisan kotak, tidak banyak yang bisa digambar, karena hampir semua temuan diangkat. Berbeda dengan kotak struktur yang harus menggambarnya dengan susah payah :) Jadi, setiap kotak ada keuntungan dan kerugiannya masing-masing.

Yah, walaupun kegiatan ini disebut sebagai penggalian, pekerjaannya tentu saja tidak hanya menggali. Kami juga harus menggambar, dan membuat laporan. Pembuatan gambar dan laporan inilah yang kadang-kadang atau seringkali membuat hidup meradang. Berbeda dengan menggali yang hanya dilakukan di lapangan, pembuatan laporan dan gambar harus dilakukan di lapangan, dan tentu saja di base camp. Apalagi dengan revisi yang tidak pernah selesai membuat kantong mata bertambah besar.

Pembuatan laporan dan gambar biasanya berdasarkan sistem rotasi, Jadi semua anggota kelompok akan mengalaminya. Tidak ada yang spesialis menggambar, menggali, atau membuat laporan. Semua anggota harus merasakan. Tapiiii, kadang yang merevisi hanya orang-orang itu saja. Yeah this is lyfe. 

Oh iya, ada yang hampir terlupa. Biasanya setelah kegiatan lapangan selesai, maka peserta diperbolehkan untuk beristirahat pada sore hari hingga jam 7 malam. Setelah itu akan ditunjuk orang yang akan mewakili kelompoknya untuk melaporkan kegiatan yang dilakukan oleh kelompoknya pada hari itu. Hal inilah yang membuat deg-degan parah. Saat menjadi peserta terasa biasa saja, tetapi jika sudah gilirannya menjadi presentan, tempat berdiri pun terasa panas, dan orang-orang yang bertanya terasa sangat jahat :) Pokoknya tidak ada peserta yang merasa menjadi presentan itu menyenangkan. Coba saja tanya kepada semua orang yang sudah pernah ikut KKL, pasti mereka tidak pernah mau menjadi presentan.

Huhuhu, karena hari sudah malam, maka saya harus undur diri.
Nanti esok akan saya lanjutkan kembali mengenai kegiatan KKL pertama saya. Hal ini akan terasa susah karena terjadi sekitar 3 tahun yang lalu :)))))))



Bye bye

Aci

*Terasa gantung ya?*

Abaikan leher saya yang terbuka. Intinya saya sedang melakukan "make up" karena kotak gali saya akan segera dipotret.






Rabu, 03 April 2019

Mimpi


Ketua Kelompok dan Staf KKL 2017. Candi Kedaton, Percandian Muarojambi - Jambi

Hai,

Sudah bulan April tahun 2019. Ternyata sudah tujuh bulan saya keluar dari kampus yang membentuk saya menjadi sekarang. 

Kali ini saya ingin bercerita tentang mimpi saya saat kecil. Mungkin pernah saya sebutkan sebelumnya, bahwa saat SD kelas 3, saya telah bermimpi untuk menjadi seorang arkeolog. Haha. Sangat tidak realistis dan terasa sangat asing saat itu. Saat teman-teman di sekitar saya bermimpi menjadi seorang dokter, polisi, tentara, guru, sedangkan saya ingin menjadi arkeolog. Banyak teman-teman saya yang bertanya apa itu arkeolog, dan saya hanya menjawab bahwa arkeolog itu adalah orang yang menemukan benda-benda zaman dulu, seperti candi, fosil manusia, dan tentunya kapal Nabi Nuh. 

Tayangan penemuan kapal Nabi Nuh menjadi awal pertemuan saya dengan arkeologi. Saat itu sore hari, saya sedang berada di rumah dan akan sholat maghrib. Selesai wudhu, saya melintasi ruang TV, dan saat itu sedang ada tayangan sejarah. Ternyata tayangan itu bercerita tentang penemuan kapal Nabi Nuh, walaupun saya tahu sekarang, ternyata saat itu masih spekulatif. Seperti anak-anak kecil lainnya, saya terkagum-kagum dengan orang yang berbicara mengenai penemuan itu. 

Seperti anak kecil lainnya juga, saya senang sekali membaca tentang kisah-kisah 25 Nabi dan Rasul. Salah satunya tentang banjir saat masa Nabi Nuh yang menenggelamkan banyak umatnya serta keluarganya yang tidak bisa diperingati. Menurut saya saat itu, penemuan kapal Nabi Nuh sangat keren. Ini menandakan bahwa kisah Nabi yang sering dituturkan orang bukan hanya isapan jempol semata. 

Setelah menonton itu saya memutuskan dalam hati untuk menjadi orang yang bisa menemukan benda-benda yang berasal dari masa lalu. Saya menanyakan kepada Mamah saya tentang profesi tersebut. Beliau menjawab bahwa profesi tersebut disebut sebagai arkeolog. 

Dengan lingkungan keluarga yang menyukai kegiatan membaca serta sejarah, saya tumbuh dengan banyak membaca buku-buku sejarah, ensiklopedia, novel, dan juga komik. Buku pertama yang diberikan oleh Mamah saya adalah Terbakarnya Istana Pagaruyung yang beberapa tahun kemudian bisa saya sambangi dan saya bagikan kepada orangtua saya :)

Istano Basa Pagaruyung, Sumatera Barat

Kemudian, saya pun tahu bahwa cita-cita kakak saya juga ingin berkuliah di jurusan Sejarah. Sayangnya, dia kemudian memutuskan untuk kuliah di Teknologi Pendidikan :( 

Cita-cita saya sebagai arkeolog kemudian saya sampaikan saat di perkenalan siswa baru saat SMP. Sayangnya, guru saya menyebutnya sebagai antropolog, bukan arkeolog :) Saya hanya bisa tersenyum. Banyak memang yang berpikir bahwa arkeologi dan antropologi adalah bidang yang sama. Padahal keduanya bisa sama sekali berbeda. Arkeologi belajar mengenai benda-benda hasil kebudayaan manusia pada masa lalu dan manusianya sudah mati. Sedangkan Antropologi belajar mengenai kebudayaan manusia yang manusianya masih ada. Berbeda bukan?

Masa SMP ini saya habiskan dengan banyak membaca buku :) Ini merupakan masa-masa yang paling produktif menurut saya. Saat SMP keinginan saya untuk menjadi arkeolog sedikit terpinggirkan, karena saat itu saya senang belajar biologi, Saya juga mengikuti les biologi saat di SMP. Wah, masa yang menyenangkan sekali ya. 

Masa SMA saya, cita-cita menjadi arkeolog masih ada. Walaupun agak tergantikan karena ingin bekerja sebagai Diplomat, dan masuk jurusan Hubungan Internasional. Kemudian saat saya kelas XI saya mengikuti kegiatan Parlemen Remaja yang membuat saya ingin masuk jurusan Ilmu Politik :) Banyak sekali ternyata lika liku keinginan saya. 

Pada masa SMA ini merupakan salah satu masa dimana saya sangat bimbang memutuskan masa depan. Akhirnya saat SNMPT saya mengambil Ilmu Politik dan Arkeologi yang hasilnya gagal. Saat SBMPTN saya tetep keukeuh untuk mengambil Imu Politik UI, Ilmu Pemerintah UNPAD, dan Ilmu Komunikasi UNTIRTA, hasilnya saya dapat UNPAD. Saat SIMAK saya akhirnya memutuskan untuk mengambil Arkeologi, Antropologi, dan Ilmu Sejarah.

Saya mengetahui kabar tersebut saat sedang pengabdian masyarakat di sebuah desa di Pandeglang. Teman-teman saya banyak yang tidak lolos, dan saya lolos. Ada rasa tidak aneh, namun saya juga senang karena saya diterima. Ada salah satu senior yang sangat saya kagumi dan saya sayangi, bahwa dia akan menunggu saya di UI *Apa kali ya*

Ini masa-masa tergalau saya. Teman-teman saya di SMA hanya tahu bahwa saya akan melanjutkan kuliah di Bandung. Hanya orang-orang terdekat saya yang tahu saya diterima di kampus Depok. Saya kemudian bertanya kepada Mamah saya mengenai pendapatnya. Beliau hanya bilang untuk mengikuti apa yang saya inginkan, sukai, dan saya harus bertanggung jawab terhadap pilihan saya. Akhirnya saya memutuskan untuk mengambil pilihan Arkeologi. Cita-cita saya saat kecil sebentar lagi akan terkabul :) 

Banyak yang memandang sebelah mata mengenai jurusan ini, tapi sejujurnya saya tidak peduli. Ini adalah keinginan saya sejak kecil, dan sampai saat ini saya tidak pernah merasa menyesal, walaupun saya belum menjadi Arkeolog. Setidaknya saya sudah masuk jurusan Arkeologi. 

Yah, saat ini saya masih dilema apakah akan bekerja di bidang Arkeologi atau di bidang lain. Saat ini saya masih gamang. Idealisme saya hampir terkikis diterjang gelombang realita kehidupan. Hidup memang sekejam itu :)

Doakan saya ya, agar bisa tetap berkarier di Arkeologi dan menjadi seorang Arkeolog seperti cita-cita saya saat kecil.

with Lydia Kieven, Lecturer of  department of Southeast Asian Studies at the University of Frankfurt di Candi Kendalisodo, Gunung Penanggungan - Jawa Timur.

Bye!

Sampai jumpa di postingan selanjutnya ya :)