Digging Your Past “Archaeologists only look at what lies beneath their feet. The sky and the heavens don't exist for them.” ― Agatha Christie, Murder in Mesopotamia

Jumat, 29 Juli 2016

Metode Arkeologi

Uhuk.
Yeay.
Yoy.

Sebentar lagi saya dan kawan-kawan akan pergi KKL. Nah, apa itu KKL?
KKL itu artinya Kuliah Kerja Lapangan. Kalau di jurusan lain mungkin bisa diartikan dengan KKN atau KKM atau bisa juga Magang. Tapi, kalau di arkeologi disebutnya KKL.

KKL itu ngapain aja sih?
Berhubung saya juga belum KKL, jadi saya cuma bisa katakan secara singkat bahwa kegiatan di KKL itu ada kegiatan penggalian.

Penggalian? Gali apa? Tanah? Ngapain?
Yayayaya. Penggalian ini emang menggali tanah kok. Tapi, bukan sembarang tanah. Karena, tanah yang akan digali sudah ada penjajakan dan survey terlebih dahulu untuk bisa memastikan atau menentukan bahwa di bawah permukaan tanah yang akan digali ada temuan. Temuannya bisa berupa artefak, ekofak, bahkan fitur.

Nah, pasti bingung Artefak, Ekofak, dan Fitur itu apa. Sebelum menjelaskan mengenai apa itu artefak, ekofak, dan fitur. Saya mau menjelaskan mengenai mata kuliah yang akan membahas hal-hal tersebut.

Nah.
Di semester 2, kamu akan menemukan namanya mata kuliah Metode Arkeologi I. Ngapain aja sih?

1.      Metode Arkeologi I (3 SKS; HMAR600007)

Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk menjelaskan konsep dasar arkeologi dan menjelaskan metode arkeologi, dengan menerapkan aktivitas belajar kuliah interaktif dan small group discussion. Ruang lingkup yang dibahas meliputi (1) bentuk data, berisi tentang artefak, ekofak, fitur, situs, dan kawasan, (2) penentu data, berisi tentang matriks, provenience, asosiasi, konteks, assemblage. (3) observasi (pengumpulan data) berisi tentang penjajakan, survey, ekskavasi, dan (4) perekaman data, berisi tentang pererkama artefak, ekofak, fitur, dan situs, serta kegiatan survei dan ekskavasi. Bahasa pengantar yang digunakan dalam kuliah ini adalah bahasa Indonesia.

Jadi, di Metode Arkeologi I kamu akan diberikan materi mengenai dasar-dasar metode arkeologi. Dimulai dari data arkeologi, penentu data, pengumpulan data sampe perekaman data. Tapi, tenang aja. Bahasannya itu itu aja kok. Bahkan kamu akan sampai bosan karena pembahasannya itu itu aja. Tapi, jangan sampai bosan. Soalnya, metode arkeologi itu gampang-gampang susah. Mereka minta dipahami bukannya dihafal. percuma kalau hafal arti tapi, gak paham.
Di mata kuliah ini juga kamu mulai belajar gimana caranya bikin kotak gali, gambar temuan, gambar sektor, gambar kotak gali, dll. Bahkan, waktu itu pas angkatan saya disuruh bikin skala batang dari 1 cm, 5 cm, 10 cm, 30 cm, 50 cm, sampe 100 cm. Kerjaan emang. Tapi, sebenernya seru. Bahkan di MA I kamu belajar tentang batu dan tulang. Banyak deh.




Yah, dosen-dosennya asyik kok. Serius. Kamu kuliah dari jam 9 tapi kelar jam 12. yang tadinya kuliah cuma tiga jam bisa sampe empat jam. Wkwkwk. Tapi, mata kuliah ini bener-bener penting banget. Apalagi mata kuliah metode arkeologi itu sampe 3. Jadi, tingkatan gitu. Gak bakal bisa ikut Metode Arkeologi 2 dan 3 kalo belum lulus Metode Arkeologi I.

Nah, lanjut ke Metode Arkeologi II.

1.      Metode Arkeologi II (3 SKS; HMAR600008)
Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk menjelaskan metode arkeologi, dengan menerapkan aktivitas belajar kuliah interaktif dan small group discussion. Ruang lingkup yang dibahas meliputi pokok bahasan tentang (1) analisis dimensi betuk (klasifikasi), analisis ruang (distribusi), analisis waktu (kronologi relatif dan absolut), dan sintesis, dan (2) analisis aspek-aspek kontekstual, fungsional, struktural, dan perilaku. Bahasa pengantar yang digunakan dalam kuliah ini adalah bahasa Indonesia. Prasyarat: Lulus Metode Arkeologi I.

Nah nah. Kalau di Metode Arkeologi I itu bener-bener dasarnya banget. Di MA II kamu mulai belajar tentang konsep-konsepnya yang bejibun. Bakal banyak banget nemuin istilah-istilah yang sebelumnya gak pernah kamu denger. Selain itu, di Metode Arkeologi II kamu juga belajar ilmu lain. Kayak Geologi, Biologi, Antropologi, Sejarah, dan lain-lain. Karena, ilmu Arkeologi itu berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya. Siap-siap aja kamu tanya sama anak dari prodi lain tentang ilmu mereka yang berkaitan dengan arkeologi, sekalian modus juga bisa sih. Kalo kata Arkeolog ganteng, Arkeologi itu harus multi disiplin. :) Uhuy.

Jangan lupa juga, kalo di Metode Arkeologi II semua hal akan terlihat sulit, aneh, dan susah untuk dipahami. Gapapa, kalo kamu gak paham, aku juga gak paham kok. :) Oh iya, di MA II juga dijelasin mengenai klasifikasi, tipologi, analisis, dan fungsi. Jangan tanya saya kenapa dibahas disini. Hohoho.

Tapi, intinya ikutin aja sih. Lama-lama juga seru kok. (Lama-lama aku bosan)

=> Salah satu contoh tentang mata kuliah MA II yang bahas tentang klasifikasi.

"Stylistic attributes : karakteristik yang paling jelas dari artefak untuk di deskripsikan. Contoh: warna, tekstur, dekorasi, dll.
Form attributes : bentuk tiga dimensi dari artefak, termasuk panjang, lebar, dan tebal (metric attributes).
Technological attributes : karakteristik bahan mentah artefak (constituent attributes) dan karakteristik pembuatan artefak (manufacturing attributes)"

Jangan salah, Arkeologi pun belajar Kimia. Hahaha. Gak nyangka kan bakal ketemu hal-hal yang kayak gini. Fufufuu

Nah, selanjutnya ke Metode Arkeologi III.

1.      Metode Arkeologi (3 SKS; HMAR600009)
Mata kuliah ini memberikan kemampuan kepada mahasiswa untuk menjelaskan metode arkeologi, dengan menerapkan aktivitas belajar kuliah interaktif dan small group discussion. Ruang lingkup yang dibahas meliputi pokok bahasan tentang  (1) eksplanasi berisi tentang analogi (etnografi, eksperimen, sumber sejarah, tafonomi), dan (2) interpretasi, berisi tentang interpretasi sinkronis, dan diakronis. Bahasa pengantar yang digunakan dalam  kuliah ini adalah bahasa Indonesia. Prasyarat: Lulus Metode Arkeologi II.

Jangan tanya gua gimana sulit dipahaminya Metode Arkeologi III. MA III itu salah satu mata kuliah yang susah-susah-susah gampang buat dipahami (Kayak mahamin perasaan dia buat gua /hahahaha/)

Nah, di MA III ini kamu akan belajar mengenai eksplanasi dan interpretasi. Di mata kuliah ini langsung ngambil sumber bacaannya disertasi para arkeolog Indonesia yang keren-keren. Sebut saja pak Mundardjito, Bu Edi, dan Pak Soekmono. Kamu bakal belajar tentang apa tujuan dari penelitian mereka, konsep dan teori apa yang diambil, dan bagaimana penelitian mereka berjalan. Seperti itu.

Bersyukurlah kalian karena di Metode Arkeologi III sumber bacaannya rata-rata bahasa Indonesia, gak kayak MA I dan MA II yang sumber bacaanya itu bahasa Inggris. Kalian bakal kenyang deh di MA I dan MA II ngeliat nama sharer ashmore. wkwkwk.

Nah, jadi begitu mengenai MA I, MA II, dan MA III.
Kalau mau ditanyakan, silahkan ditanya. 
Oh iya, di Arkeologi sendiri bakal jarang banget beli buku, soalnya buku yang dipake itu terbitan luar dan harganya kalo liat di Amazon itu bisa bikin bangkrut. Kalau kalian mau, tinggal tanya dan minta senior sumber bahan bacaan buat kuliah.

Jangan malu untuk bertanya dan untuk meminta, pikir-pikir dulu mau minta apa.

Nah, nah. Setelah selesai ketiga mata kuliah yang diambil secara berturut-turut, maka kelanjutan mata kuliahnya adalah Praktikum Arkeologi Lapangan. Nah, di KKL itu semua yang udah diajarin selama mata kuliah MA bakal diaplikasikan. Makanya, jangan males buat belajar ya.

Bye, Bye.

Salam
dari orang yang udah gede dan mau KKL nanti hari minggu. Huehehehe. 

Karma Kehidupan



Bosan.
Segala penjelasan yang dia sampaikan membuatku bosan setengah mati. Sebenarnya aku ingin menguap lebar-lebar di depan wajahnya, hanya saja aku masih punya kesopanan. Mana mungkin aku bisa menguap lebar di depan wajahnya jika dia berstatus guruku.
Bola mataku bergerak tak tentu arah, Lelah memperhatikan ucapannya yang bagiku sama-sama saja. Sebentar-sebentar matanya yang besar, dan bola mata berwarna hitam itu seakan-akan keluar jika aku ketahuan akan membantah ucapannya. Hidungnya kembang kempis. Bah, padahal tak ada yang bisa dia banggakan dari hidungnya yang bengkok dan terlihat seperti tokoh antagonis di manga yang sering kubaca.
Pipinya yang cengkung seakan telah menanggung beban berat, dan bentuk mukanya yang yang aneh, jika aku amati bentuk mukanya berbentuk segitiga. Pokoknya, aneh sekali. secara keseluruhan memang wajahnya terlihat seperti ikan laut dalam. Tahu kan, ikan besar yang menyeramkan dan memiliki mata besar serta lidah dan gigi bertaring seperti akan memangsamu hidup-hidup.
Jangan-jangan dia memang seorang ikan laut dalam  pada kehidupan sebelumnya. Jangan salah, dalam ajaran kepercayaanku, ada yang namanya karma dan samsara. Hidupmu saat ini ditentukan amal dirimu pada kehidupan sebelumnya. Nah, mungkin saja pada kehidupan sebelumnya dia merupakan ikan laut dalam yang berbaik hati menyelamatkan ikan laut dangkal, dan pada kehidupan saat ini dia  berubah jadi manusia. Bisa saja kan. Namanya juga karma. Aku yakin, dia tidak akan mencapai moksa jika hidupnya saat ini menggerutu terus padaku.
Tunggu, kenapa wajahnya berubah menjadi ikan yang seperti aku bayangkan. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba dipamerkan padaku. Siripnya mencuat dibalik kedua telinganya. Ludahnya muncrat ke arahku dengan seenaknya. Dia kira apa ludahnya tidak bau. Aku yakin, dia tidak pernah menyikat gigi. Aku lupa, bukankah ikan memang tidak pernah menyikat gigi. Nafasnya megap-megap, seperti ikan yang sedang bernafas di luar air. Seakan-akan ia sedang mengahadapi kematian. tapi, tunggu. Kenapa hidungnya tidak kembang-kempis lagi, malah dia sekarang tak mengeluarkan suara apapun, kecuali ia sedang bernafas lewat mulutnya.
Aku perhatikan kulit tubuhnya pun berubah. Muncul-muncul sisik ikan yang tajam, keras namun rapuh, dan berlendir menjijikan. Mataku yang salah, atau memang dia berubah menjadi ikan. Hah, benar dugaanku. Memang dalam kehidupan terdahulunya dia merupakan ikan laut dalam yang sok berbuat kebajikan.
Sebentar, tapi mengapa dia berubah menjadi ikan. Aku mengedarkan mata dan memperhatikan teman-teman kelasku yang sedang duduk rapi dibelakangku juga mulai berubah wujud. Ada yang berubah menjadi rubah, berang-berang, kelinci, angsa, bebek, babi, anjing, gajah, badak, singa, bahkan berubah menjadi burung hantu. Lucu sekali bentuk kehidupan mereka yang terdahulu. Rasanya aku ingin membiarkan jemariku meluncur di permukaan bulu-bulu lucu nan lembut kelinci dan singa. Aku lihat mereka tidak kaget dengan perubahan yang mereka alami, seakan-akan itu memang hal yang sangat biasa.
Kini mataku kembali berhadapan dengan mata guruku yang telah berubah menjadi ikan laut dalam. Tanpa aku sadari, sekarang dia sudah berada dalam sebuah bak besar berisi air, yang aku duga berisi air laut. Ikan laut dalam tidak akan bertahan di air tawar kan. Ia masih megap-megap di dalam baknya sambil memandangku tajam. Matanya seketika berubah kaget. Mulutnya berucap-ucap tak jelas sambil mencoba menggerakan siripnya panik. Entahlah, mengapa dia harus panic melihatku. Padahal dia biasanya memarahiku.
Dasar tidak jelas. Kerongkonganku terasa kering, mungkin aku butuh air dan makanan. Ngomong-ngomong aku lapar sekali. sudah berapa lama aku duduk seperti tawanan dihadapan guruku yang masih panik itu, entah karena apa. Sudahlah. Aku melirik jam tanganku yang aku pakai di tangan kiri, dan aku heran serta kaget melihat wujudku sekarang.
Aku rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Mentertawakan dunia yang aku rasa memang adil. Tapi yang keluar dari mulutku adalah desisan-desisan mengancam sekeliling, muncul gigi taring di setiap sudut mulutku dan bisa yang aku rasa mungkin beracun. Ah, aku berubah menjadi ular ternyata.
Aku bahagia sekali. Tuhan memang adil, jadi aku tidak usah bersusah payah jika ingin mengambil darah dan mematikan makhluk yang mencoba untuk menggangguku. Dengan wujud ini saja, makhluk hidup lainnya pun sudah lari ketakutan dan tak mau melihatku. Lihatlah, guruku saja masih panik, dan mencoba untuk pergi sejauh-jauhnya dariku. Tenang saja, aku tidak akan memangsamu guru. Lagipula kau tak bisa kemana-mana. Kau kan berada di bak besar, bukannya berada di lautan. Bodohnya dirimu.
Aku mencoba berjalan melata sambil menjulurkan lidahku yang membuat teman-temanku ketakutan. Aku tahu aku licin, lebih tepatnya licik dan cerdik. Hidup memang harus seperti itu, karena tidak ada hidup yang mudah. Kali ini, diantara teman-temanku yang gemetar ketakutan, aku menemukan sesosok ayam jantan yang sedang berkokok panik melihatku. Rasanya, aku lapar. Baiklah, wahai temanku, serahkan saja hidupmu padaku. Aku mendekatinya dan mulai merasakan bulu-bulunya yang menggiurkan. Rasanya sangat enak. Hemm, apalagi darahnya. Selamat makan.
Aku tersentak ketika seseorang menguncangkan pundakku. Ia berbisik-bisik tak jelas ke arahku. Secara otomatis, aku menoleh ke belakang dan mendapati Mita dengan jengkel menatapku. Ia menunjuk-nunjuk sesuatu yang ada di depanku. Saat aku melihat ke arah depan, aku mendapati guruku masih berceloteh lebar mengenai rumus-rumus yang aku benci.
Mataku memandangnya malas, dan aku topangkan kepalaku di tanganku. Dengan sebal aku mencoba memasukkan rumus-rumus menyebalkan itu ke otakku. Sesaat, aku merasa aneh. Mengapa ada bercak darah di bajuku, dan saat aku menoleh ke depan guruku sudah berubah menjadi ikan laut dalam yang ada dalam lamunanku tadi. Aku mengelengkan kepalaku dengan rasa tak percaya.
Tunggu, ini hanya mimpi kan?
Apa aku berubah menjadi ular yang mengagumkan lagi?


 ***
Uhuk, uhuk. Tugas kelima nih. Buat tugas keempat gak tahu filenya dimana :)
tanpa edit nih.
Cerita terinspirasi dari.. gak tahu apa.

Bye

Selasa, 26 Juli 2016

Menyapa Senja

Senja di Kelas Terbuka FIB UI




Setiap semester mahasiswa/i semakin sibuk. Entah sibuk karena belajar, rapat, bermain, atau hal lainnya. Sedangkan, sore ini aku sibuk rapat di sana-sini. Sibuk menghadiri acara-acara yang sebenarnya bisa ditinggalkan, hanya saja agak sayang jika tidak dihadiri.
            Rapat kali ini berada di kelas terbuka FIB dan diadakan saat sore hari. Kau bisa menemukannya jika kau berjalan melewati gedung 10. Sebenarnya kelas terbuka atau mahasiswa biasanya menyebutnya sebagai klaster. Klaster sebenarnya terletak di belakang gedung VI. Jangan bayangkan klaster sebagai kelas yang terdapat banyak kursi-kursi dan berada di ruang terbuka. Klaster merupakan hamparan ruang terbuka, dengan banyak rumput-rumput yang biasanya dijadikan alas duduk mahasiswa. Di klaster kau akan langsung berhadapan dengan danau Mahoni yang menjadi batas antara FIB, FT, dan FE. Tetapi, batas itu bisa dilewati dengan adanya jembatan bernama Teksas, yaitu Teknik-Sastra yang menjadi simbol antara FIB dan FT. Jika kau belum tahu, sebenarnya jembatan itu juga sebagai lambang lingga dan yoni. Lingga itu berada di bagian FT dan simbol maskulinitas atau laki-laki, dan yoni di FIB sebagai simbol feminitas atau perempuan. Yah, mungkin karena di FT banyak kaum laki-laki dan di FIB banyak sekali kaum perempuan.
            Aku sarankan agar kau mencoba untuk duduk-duduk sejenak di klaster saat sore hari, kau bisa sekedar duduk atau berbaring santai dan dilapisi oleh rerumputan hijau. Dalam keadaan itu, kau bisa melihat awan berarak di langit magenta, serta danau luas hijau berkilau. Entahlah, danau yang biasanya terlihat biasa saja saat siang hari, akan terlihat sangat indah saat sore hari.  Psst, jangan salah. Klaster bahkan sering dijadikan tempat piknik asal sesuai kondisi.

***
Hola, hola.
Sudah lama tak posting.
Kali ini saya datang dengan postingan tugas Penulisan Populer yang ketiga. Fufufu~~ dengan tambahan disana dan disini.
Aku di sini dan kau di sana. Kita berjumpa via suara.
/apaan nih/

Bye. 

Senin, 18 Juli 2016

Rumah Duka



Awan-awan hitam besar yang nampaknya akan segera menumpahkan air berkumpul menjadi satu bagian seperti membentuk payung di atas sebuah rumah yang sedang dalam keadaan ramai. Terdapat ibu-ibu yang sedang mengobrol, entah mengobrolkan apa. Tetapi, yang mencolok ada satu orang perempuan paruh baya dengan mata bengkak dan hidung memerah mencoba untuk tersenyum paksa kepada seorang ibu paruh baya yang sedang duduk di hadapannya. Tiba-tiba seorang perempuan  dengan kisaran umur belasan tahun datang sambil menangis kencang dan menubruk ibu paruh baya itu. Ia memeluk erat si ibu sambil terisak dan berkata tidak jelas.
            Suara seorang perempuan sedang melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an terdengar dari dalam bagian rumah. Ia kemudian berhenti dan menatap seorang perempuan yang lebih muda darinya dengan pandangan aneh. Tanpa bertanya lagi, ia kemudian larut kembali dalam bacaannya. Sedangkan, perempuan muda yang baru datang itu terduduk disampingnya. Memandang ke depannya yang menampakkan tubuh seseorang yang telah terbujur kaku dan ditutupi kain batik yang biasa dipakai untuk menutupi jenazah.
            Ia menampakkan pandangan kosong, pikirannya berkelana. Kemudian, ia memandang sekitar ruangan. Kosong, hanya terisi perabotan seperti lemari buku. Ia melirik ke sampingnya, tak ada orang selain dirinya, perempuan disebelahnya yang ia selalu panggil dengan kata “Teteh” dan jenazah seorang perempuan yang seumuran dengan dirinya yang dipanggil juga dengan kata “Teteh”, padahal dalam segi umur lebih tua dirinya.
            Terdengar suara langkah dari arah dapur dan menampakkan seorang pria tua dengan rambutnya yang sudah penuh dengan uban. Bibirnya tersenyum ke arahnya, hanya saja tidak sampai ke mata. Raut wajahnya lelah menanggung beban, tetapi ada kelegaan di wajahnya merasa perjuangan putrinya sudah selesai. Pria itu yang ia panggil dengan sebutan Uwak, memanggilnya ke dapur bersama tetehnya. Mereka duduk saling berhadapan, dan si uwak mulai bercerita tentang kronologis kematian putri bungsunya. Ia tersenyum, tetapi matanya mengeluarkan air mata. Sedih melihatnya, kedua wanita itu ikut terisak. Mereka tahu rasanya kehilangan orang yang berharga, mereka tahu bagaimana melihat detik-detik kematian, mereka juga tahu rasanya tak akan pernah bisa melihat orang tersayang mereka lagi, dan mereka tahu bagaimana rasanya kesepian.
            Uwak menunduk, tangan-tangan besar dan telah berkeriput itu mengusap wajahnya kasar. Lalu ia memandang ke arah ruangan tempat anak perempuannya tengah berbaring.
            “Teh Eneng saat dimandikan, wajahnya terlihat cantik sekali. Mungkin dia akhirnya lega, dia bisa hidup lagi.” Tangis kedua perempuan itu pecah dan suara isakan lebih keras dibanding beberapa saat yang lalu. Mereka iba, Uwaknya telah kehilangan satu-satunya putri yang selalu dimanjanya.

***

Hai, hai.
Untuk menepati janji saya kepada teman saya tercinta yang rajin komentar di blog abal saya ini, saya persembahkan tugas penpop kedua saya. Yah, maaf ya tulisannya masih abal. :)
Tugas ketiganya menyusul ya. Soalnya notebook diriku tidak bisa digunakan. 

Bye.



Sabtu, 16 Juli 2016

Kopi Saat Fajar (2)


Once upon a time..
Hiduplah seorang putri dan pangeran yang hidup berbahagia.



Baiklah, abaikan.

Narasi kali ini tidak akan jauh mengenai kehidupan percintaa. Yah, memang bahasan mengenai cinta tidak akan pernah habis untuk dibahas. Bahkan, novel-novel dan komik-komik masih terus diproduksi dan digandrungi semua orang tak terkecuali. Bahkan, mungkin saya termasuk salah satu orang tersebut.

Kembali pada topik percintaan, lebih tepatnya alasan memutuskan untuk hidup bersama seseorang dalam ikatan pernikahan. Yah, dialog mengenai ini bermula ketika terjadinya penolakan lamaran yang tidak resmi oleh seseorang kepada orang tua si lelaki.

Kejadian ini saya dapatkan dari dialog-dialog bersama mamah saya dan dari dialog tersebut saya menyimpulkan bahwa tidak hanya sekedar kenal kepada sang laki-laki untuk membuat kamu memilih memutuskan untuk menjadi pasangannya.

Apa sih ini yang saya tulis.

Jadi, ceritanya ada laki-laki yang menaruh hati kepada perempuan dan dia berinisiatif untuk melamarnya. Orangtua si lelaki akhirnya datang ke rumah si perempuan untuk menyampaikan niat baiknya. Kabar buruknya, si perempuan tidak menyukai si lelaki dan bahkan dia tidak mau muncul ketika orangtua si lelaki bertandang ke rumahnya. Dia mengurung diri di kamar dan tidak keluar sampai keluarga si lelaki pergi dari rumahnya.

Nah, yang menjadi pertanyaan saya adalah apa alasan si perempuan menolak si lelaki. Padahal, dalam segi sosial mereka saling mengenai, sangat mengenal bahkan. keduanya telah mengetahui keluarga masing-masing, bahkan si perempuan telah mengenal keluarga besar si lelaki. Lelaki tersebut sudah mapan secara finansial dan mantap secara mental untuk membawa si perempuan ke jenjang yang serius. Lalu masalahnya apa?

Jawaban dari si perempuan masih saya tunggu, walaupun bibirnya masih bungkam. Saya penasaran sungguh.

***
Btw, mengapa postingannya semakin jauh dari yang saya inginkan.
Maafkan, jika postingan masih belum berbau arkeologi. Tapi, saya janji (jangan berjanji) akan memposting mengenai arkeologi... nanti.

Bye.

Sampai berjumpa di Kopi Saat Fajar (3)

*Smooch*

(Catatan Kecil 1) Grow Up, Will You?



Waktu berlalu dengan sangat cepat. Serius. Bahkan gua gak nyangka kuliah udah mau tahun ketiga dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan ketika bertemu keluarga berubah. Seriously. Dari yang tadinya nanti udah gede mau jadi apa pas lu baru bisa gambar dua buah gunung dengan matahari yang ada di bagian tengahnya dan awan-awan gede berwarna biru berubah jadi mau nerusin sekolah dimana, ranking berapa, gimana sekolahnya, guru-gurunya gimana, dan sekarang pertanyaan yang gua dapet saat bertemu dengan keluarga besar kemaren adalah udah punya pacar belom, kapan diajak ke rumah, kapan lulus, nanti abis lulus mau kerja apa. Like seriously, bahkan gua baru nginjek tahun ketiga dan umur gua bahkan belom 20 tahun. Demi jenggot merlin yang warna putih kayak uban. Akhirnya, jawaban terbaik gua adalah Doanya aja. Padahal dalam hati udah protes sesi tanya jawab tersebut berakhir.

Time flies so fast, dan ini beneran serius.

Dua hari kemarin gua baru sadar akan hal itu. Kesadaran itu menghantam gua ketika gua harus merelakan adik gua untuk menuntut ilmu di ujung provinsi sana, tepatnya di Jawa Timur. Padahal, gua baru kemarin ngelus-ngelus perut mamah gua yang isinya adalah dia, ngegendong dia, baju gua dipipisin sama dia pas gua lagi ngegendong dia karena mamah gua kerja, masakin makanan buat dia pas bapak gua dirawat dan mamah gua ngejaga bapak di rumah sakit, pakein tali sepatu dia, nyuciin baju seragam, beliin makanan kalo dia ngambek, nyuruh-nyuruh buat beliin gua jajanan yang ada di warung depan rumah, ngegendong dia gara-gara mau minta traktir bapak, nyariin dia pas maghrib karena dia belom balik ke rumah dan gua dimarahin, ngerawat dia gara-gara kesiram air panas, ngelonin dia pas dia mau tidur, dipegangin dia pas tahu gua mau balik ke kostan, dipanggil nama gua pas dia baru pulang sekolah, dan bantuin dia belajar soalnya dia males banget belajar. Dan gua sadar kalo adek gua udah gede dan sekarang harus mencoba belajar untuk menikmati jarak yang terbentang antara dia, mamah gua, dan kakak-kakaknya.

Jujur, berat buat ngerelain dia belajar disana. Like seriously, dia baru aja lulus SD dan umurnya bahkan belom genap 12 tahun. Gua sedih, Dia terlalu muda untuk belajar di kota yang sangat jauh dari rumah. Gua belum rela buat dia harus terpaksa mandiri di usia dia yang masih sangat muda, harus berjauhan dari mamah gua yang sebenernya selalu manjain dia, dia harus rela buat balik sekitar 6 bulan sekali atau dua kali. Gua merasa bahwa hal itu terlalu kejam. Walaupun, di luar gua mendukung keputusan mamah gua buat ngirim dia belajar disana.

Yah, waktu memang berlalu sangat cepat. Adek gua yang belum genap 12 tahun tapi udah harus jauh dari mamahnya, walaupun gua tahu dia pasti bisa. Lha wong di umur adek gua yang baru 7 tahun dia udah harus ditinggalin bapak dan dia tetep ngerasa bahwa bapak ada. Gua bahkan cuma pernah sekali ngedenger dia nanyain bapak dan itu dengan dia polosnya nanya ke gua kemana bapak dan kenapa bapak harus ada di dalam tanah. Poor you my dearest brother.

Huffth,

Walaupun berat, gua harap adek gua baik-baik aja. Mungkin bagi kakak yang lain akan mudah untuk berkomunikasi dengan adeknya dan mengungkapkan rasa sayangnya. Tapi, gua beda. Keluarga gua sih. Gua gak pernah denger siapapun di keluarga gua yang bilang mereka sayang, padahal gua tahu kok mereka sayang. Cuma, hal itu terlalu cheessy buat kami. Bahkan gua yakin banget kalo adek gua bakal jarang sms atau telpon mama gua kecuali minta transfer. iya, sifat adek gua mirip gua. Tapi, walaupun begitu dia masih anak-anak yang manjanya minta ampun.

Duh, kangen adek gua.

Semoga sukses ya, teteh doain yang terbaik buat aa. Belajar yang rajin dan cepet pulang nanti liburan lebaran haji. Hahaha. Sayang dan doa teteh buat aa.

Oh my God, gua merasa agak aneh setelah menuliskan kata itu.