Jumat, 29 Juli 2016

Karma Kehidupan



Bosan.
Segala penjelasan yang dia sampaikan membuatku bosan setengah mati. Sebenarnya aku ingin menguap lebar-lebar di depan wajahnya, hanya saja aku masih punya kesopanan. Mana mungkin aku bisa menguap lebar di depan wajahnya jika dia berstatus guruku.
Bola mataku bergerak tak tentu arah, Lelah memperhatikan ucapannya yang bagiku sama-sama saja. Sebentar-sebentar matanya yang besar, dan bola mata berwarna hitam itu seakan-akan keluar jika aku ketahuan akan membantah ucapannya. Hidungnya kembang kempis. Bah, padahal tak ada yang bisa dia banggakan dari hidungnya yang bengkok dan terlihat seperti tokoh antagonis di manga yang sering kubaca.
Pipinya yang cengkung seakan telah menanggung beban berat, dan bentuk mukanya yang yang aneh, jika aku amati bentuk mukanya berbentuk segitiga. Pokoknya, aneh sekali. secara keseluruhan memang wajahnya terlihat seperti ikan laut dalam. Tahu kan, ikan besar yang menyeramkan dan memiliki mata besar serta lidah dan gigi bertaring seperti akan memangsamu hidup-hidup.
Jangan-jangan dia memang seorang ikan laut dalam  pada kehidupan sebelumnya. Jangan salah, dalam ajaran kepercayaanku, ada yang namanya karma dan samsara. Hidupmu saat ini ditentukan amal dirimu pada kehidupan sebelumnya. Nah, mungkin saja pada kehidupan sebelumnya dia merupakan ikan laut dalam yang berbaik hati menyelamatkan ikan laut dangkal, dan pada kehidupan saat ini dia  berubah jadi manusia. Bisa saja kan. Namanya juga karma. Aku yakin, dia tidak akan mencapai moksa jika hidupnya saat ini menggerutu terus padaku.
Tunggu, kenapa wajahnya berubah menjadi ikan yang seperti aku bayangkan. Gigi-giginya yang tajam tiba-tiba dipamerkan padaku. Siripnya mencuat dibalik kedua telinganya. Ludahnya muncrat ke arahku dengan seenaknya. Dia kira apa ludahnya tidak bau. Aku yakin, dia tidak pernah menyikat gigi. Aku lupa, bukankah ikan memang tidak pernah menyikat gigi. Nafasnya megap-megap, seperti ikan yang sedang bernafas di luar air. Seakan-akan ia sedang mengahadapi kematian. tapi, tunggu. Kenapa hidungnya tidak kembang-kempis lagi, malah dia sekarang tak mengeluarkan suara apapun, kecuali ia sedang bernafas lewat mulutnya.
Aku perhatikan kulit tubuhnya pun berubah. Muncul-muncul sisik ikan yang tajam, keras namun rapuh, dan berlendir menjijikan. Mataku yang salah, atau memang dia berubah menjadi ikan. Hah, benar dugaanku. Memang dalam kehidupan terdahulunya dia merupakan ikan laut dalam yang sok berbuat kebajikan.
Sebentar, tapi mengapa dia berubah menjadi ikan. Aku mengedarkan mata dan memperhatikan teman-teman kelasku yang sedang duduk rapi dibelakangku juga mulai berubah wujud. Ada yang berubah menjadi rubah, berang-berang, kelinci, angsa, bebek, babi, anjing, gajah, badak, singa, bahkan berubah menjadi burung hantu. Lucu sekali bentuk kehidupan mereka yang terdahulu. Rasanya aku ingin membiarkan jemariku meluncur di permukaan bulu-bulu lucu nan lembut kelinci dan singa. Aku lihat mereka tidak kaget dengan perubahan yang mereka alami, seakan-akan itu memang hal yang sangat biasa.
Kini mataku kembali berhadapan dengan mata guruku yang telah berubah menjadi ikan laut dalam. Tanpa aku sadari, sekarang dia sudah berada dalam sebuah bak besar berisi air, yang aku duga berisi air laut. Ikan laut dalam tidak akan bertahan di air tawar kan. Ia masih megap-megap di dalam baknya sambil memandangku tajam. Matanya seketika berubah kaget. Mulutnya berucap-ucap tak jelas sambil mencoba menggerakan siripnya panik. Entahlah, mengapa dia harus panic melihatku. Padahal dia biasanya memarahiku.
Dasar tidak jelas. Kerongkonganku terasa kering, mungkin aku butuh air dan makanan. Ngomong-ngomong aku lapar sekali. sudah berapa lama aku duduk seperti tawanan dihadapan guruku yang masih panik itu, entah karena apa. Sudahlah. Aku melirik jam tanganku yang aku pakai di tangan kiri, dan aku heran serta kaget melihat wujudku sekarang.
Aku rasanya ingin tertawa terbahak-bahak. Mentertawakan dunia yang aku rasa memang adil. Tapi yang keluar dari mulutku adalah desisan-desisan mengancam sekeliling, muncul gigi taring di setiap sudut mulutku dan bisa yang aku rasa mungkin beracun. Ah, aku berubah menjadi ular ternyata.
Aku bahagia sekali. Tuhan memang adil, jadi aku tidak usah bersusah payah jika ingin mengambil darah dan mematikan makhluk yang mencoba untuk menggangguku. Dengan wujud ini saja, makhluk hidup lainnya pun sudah lari ketakutan dan tak mau melihatku. Lihatlah, guruku saja masih panik, dan mencoba untuk pergi sejauh-jauhnya dariku. Tenang saja, aku tidak akan memangsamu guru. Lagipula kau tak bisa kemana-mana. Kau kan berada di bak besar, bukannya berada di lautan. Bodohnya dirimu.
Aku mencoba berjalan melata sambil menjulurkan lidahku yang membuat teman-temanku ketakutan. Aku tahu aku licin, lebih tepatnya licik dan cerdik. Hidup memang harus seperti itu, karena tidak ada hidup yang mudah. Kali ini, diantara teman-temanku yang gemetar ketakutan, aku menemukan sesosok ayam jantan yang sedang berkokok panik melihatku. Rasanya, aku lapar. Baiklah, wahai temanku, serahkan saja hidupmu padaku. Aku mendekatinya dan mulai merasakan bulu-bulunya yang menggiurkan. Rasanya sangat enak. Hemm, apalagi darahnya. Selamat makan.
Aku tersentak ketika seseorang menguncangkan pundakku. Ia berbisik-bisik tak jelas ke arahku. Secara otomatis, aku menoleh ke belakang dan mendapati Mita dengan jengkel menatapku. Ia menunjuk-nunjuk sesuatu yang ada di depanku. Saat aku melihat ke arah depan, aku mendapati guruku masih berceloteh lebar mengenai rumus-rumus yang aku benci.
Mataku memandangnya malas, dan aku topangkan kepalaku di tanganku. Dengan sebal aku mencoba memasukkan rumus-rumus menyebalkan itu ke otakku. Sesaat, aku merasa aneh. Mengapa ada bercak darah di bajuku, dan saat aku menoleh ke depan guruku sudah berubah menjadi ikan laut dalam yang ada dalam lamunanku tadi. Aku mengelengkan kepalaku dengan rasa tak percaya.
Tunggu, ini hanya mimpi kan?
Apa aku berubah menjadi ular yang mengagumkan lagi?


 ***
Uhuk, uhuk. Tugas kelima nih. Buat tugas keempat gak tahu filenya dimana :)
tanpa edit nih.
Cerita terinspirasi dari.. gak tahu apa.

Bye

0 komentar: